Wednesday, November 12, 2008

Pancaroba

Harusnya kalo ketemu bulan yang berakhiran -ber..-ber..-ber.. kita sudah paham kalo musim hujan udah mulai datang. Tapi kenyataannya sekarang ? September masih belum hujan, Oktober juga tidak hujan.. malah Nopember kita baru mulai hujan. Telat atau lelet ya ?? Bingung deh... terserah deh gimana alam aja yang ngatur... kita kgak bisa nolak seh.. cuma bisa nerima doang... iya kan ??

Musim yang terus berganti.. hujan panas.. hujan panas.. ini kita sebut musim pancaroba. Artinya musim yang tidak menentu... dan ini artinya orang sakit mulai bermunculan.. mereka antri di dokter.. antri di apotek.. tergeletak di tempat tidur... dan umumnya penyakit mereka sama... batuk, pilek, radang tenggorokan, flu... rematik. Penyakitnya pancaroba !!!

Sulit kemungkinan tidak flu kalo di sekitar kita udah kena flu. Tapi bisa jadi kita tidak kena flu, kalo kita bener-bener istirahat yang cukup, makan teratur, sayur dan buah juga cukup.. dan yang paling penting jangan stres. Pasti deh kita kgak kena flu... alias bisa terus sehat sampai musim hujan berakhir. Jadi kesimpulan.. supaya badan sehat.. maka kita harus pintar-pintar menjaga pola kehidupan kita karena kita tidak bisa menolak apa yang terjadi pada alam.. bahkan sebaliknya kita harus menerima apapun kondisi alam baik panas maupun hujan.

Seperti merawat jasmani di musim pancaroba inilah kita harusnya merawat bathin kita agar tetap sehat saat bertemu gelombang-gelombang tinggi di masyarakat. Karena kita tidak bisa menolak hinaan orang lain, atau makian dari orang lain, atau fitnahan dari orang lain. Kita tidak bisa melarang mereka untuk tidak mengatai kita, untuk tidak membenci kita, untuk untuk melukai kita, atau untuk menyakiti kita. Yang ada adalah seperti kita menjaga stamina badan kita di musim pancaroba. Artinya karena kita tidak bisa menolak apa yang terjadi di alam.. maka kita harus merawat bathin kita dengan makanan-makanan bathin.. seperti sembahyang, meditasi, melaksanakan sila, menjalankan enam paramita, baca buku, namaskara kepada Buddha... dan sebagainya.. dan sebagainya.. baru bathin kita bisa sehat.. sama seperti badan kita... tidak perduli apakah di luar sana panas atau dingin.

Selamat menjaga kesehatan jasmani dan bathin setiap saat ya !!

Saturday, November 08, 2008

Enam macam manusia

Harusnya di dunia ini ada enam macam manusia. Semuanya sama-sama berbentuk manusia. Maksudnya ?? Badannya manusia gitu lho.. kalo manusianya sempurna, artinya matanya ada dua, hidung satu, telinga kanan kiri, mulut satu, tangan dan kaki sepasang-sepasang. Tapi ada juga manusia yang fisiknya tidak sempurna. Terus yang jadi masalah... sama bentuknya kok kalo udah terjun ke masyarakat.. jadi beda wujud ??

Bukan beda wujud kaya di film.. ada orang yang berubah jadi serigala saat bulan purnama. Bukan... bukan begitu. Maksudnya.. perangainya, tingkah lakunya yang berubah saat udah ketemu masalah, saat ketemu hambatan. Yang tadinya begitu dewasa.. begitu ketemu masalah.. langsung keluar sifat aslinya..

Terjun ke masyarakat artinya terjun ke masalah, terjun ke problem-problem kehidupan. Tidak mau terjun ke masyarakat artinya tidak mau menghadapi masalah. Karena ada masyarakat.. pasti ada banyak masalah.

Nah enam macam manusia ini apa aja ?? Ada manusia dewa. Ini manusia yang baiknya luar biasa. Sabarnya luar biasa. Kgak pernah marah-marah dan yang pasti, selalu rajin nolongin orang lain meskipun orang itu sudah mengecewakan dia. Pokoknya manusia dewa ini.. hatinya baiiiiikkkk banget. Pemaaf dan pengampun istilah masyarakatnya.

Kedua adalah manusia asura. Luarnya manusia tapi bathinnya bathin asura. Seneng perang, seneng ribut ama orang, suka iri hati, cemburuan.. hidupnya kgak pernah damai deh.. berantem melulu. Ada seh manusia-manusia begini... ini bikin kita yang jadi teman.. hidup susah juga..

Ketiga adalah manusia manusia.. Ini adalah manusia yang seneng mendengarkan kebenaran, suka melatih dirinya, menghargai kehidupan makhluk lain, menghormati kebebasan orang lain. Senang mempunyai kebijaksanaan.. senang berkebajikan dan yang pasti.. manusia-manusia ini punya tujuan mulia.

Keempat adalah manusia binatang. Ini manusia yang berbathin seperti binatang. Susah diajarin. Kgak mau dikasih tahu.. kaya binatang gitu lho.. suka mengumbar hawa nafsu, kgak bisa membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. Liat deh gaya binatang.. nah ini bathinnya binatang tapi badannya manusia.. manusia yang dominan kebodohan bathinnya.

Kelima adalah manusia preta. Manusia yang keserakahannya dominan. Seperti makhluk-makhluk asura.. kgak pernah puas.. selalu pengen.. pengen.. dan pengen... liat apa-apa kgak pernah kenyang.. kerjaan lapar melulu.. makannya bisa lewat mata, telinga, mulut, kulit, pikiran.. Contoh: kalo beli barang kgak ada puasnya, liat makanan bawaannya lapar melulu padahal baru makan nasi 2 piring.. de el el deh contohnya..

Keenam adalah manusia neraka. Manusia yang kemarahannya besar jadi seperti manusia yang bathinnya ada di neraka. Api kemarahan selalu berkobar dalam dirinya.. sampai-sampai membakar bathin teman-temannya, bathin orang tuanya, bathin siapa aja yang dekat sama manusia neraka ini.

Kalo sudah baca enam macam manusia ini... kalian sekarang jadi manusia apa ?? Kalo bisa jadilah manusia manusia.. yang senang mendengarkan dharma, mau melatih diri, menjalankan vinaya, menyempurnakan paramita dan bertekad untuk mencapai kebuddhaan. Karena tubuh manusia ini susah didapat. Sekarang kita sudah lahir jadi manusia... oleh karena itu.. jadilah manusia yang baik..

Kalo makan.. makanlah seperti manusia lagi makan. Kalo lagi tidur, tidurlah seperti manusia lagi tidur. Kalo lagi ngobrol, ngobrollah seperti manusia lagi ngobrol. Kalo lagi jalan, jalanlah seperti manusia lagi jalan. Kalo lagi bercanda, bercandalah seperti manunia lagi bercanda. Kalo lagi beraktifitas.. lakukanlah seperti manusia yang sedang beraktifitas. Maksudnya ?? jadilah manusia yang selalu sadar setiap saat.

Wednesday, October 29, 2008

48 Tekad Amitabha Buddha

Sahabat-sahabatku dalam Dharma...

Akhirnya aku berhasil juga menemukan 48 tekad Amitabha Buddha yang bukan dalam versi mandarin. Hehehe... maklum lah.. aku boten ngertos kalo mandarin terlalu dalam.. jadi sulit buat share gitu. Aku berusaha semaksimal mungkin buat terjemahin ke bahasa Indonesia.. tapi ternyata susah banget.... kayanya ke hati kgak enak gitu... begitu baca terjemahan yang aku udah buat. jadi... aku delete lagi deh yang udah aku terjemahin. Aku kgak mau jadi penerjemah yang asal-asalah... ntar kalian bukan ke Sukhavati.. tapi nyasar ke alam gelap..

Jadi...Mohon maaf banget ya... anda-anda harus baca Inggrisnya... Mudah-mudahan bermanfaat ya.. Sekali lagi... Sorry ..

Di bawah ini adalah 48 Tekad Agung yang diikrarkan oleh Bhiksu Dharmakara sebelum mencapai kebuddhaan dalam bahasa Inggris.


Forty Eight Vows of Amitabha Buddha

These are the 48 Great vows that Dharmakara made before he ascended to Buddhahood:

1."Provided I become a Buddha, if in my Buddha-land there should be either hell, or the animal state of existence, or the realm of hungry ghosts, then may I not attain enlightenment.


2."Provided I become a Buddha, if the beings born in my Buddha-land should retrogress into the three evil realms, then may I not attain enlightenment.

3."Provided I become a Buddha, if the beings born in my Buddha-land are not all of the color of genuine gold, then may I not attain enlightenment.

4."Provided I become a Buddha, if the beings who are born in my land are not all of identical appearance, without any distinction of noble looks or ugliness, then may I not attain enlightenment.

5."Provided I become a Buddha, if the beings born in my land are not possessed of the supernormal ability to remember their previous lives, and the ability to know the events of of a hundred thousand nayuta years of kalpas in the past, then may I not attain enlightenment.

6."Provided I become a Buddha, if the beings who are born in my land do not possess of the divine-eye, which can see a hundred thousand nayuta of Buddha-lands, then may I not attain enlightenment.

7."Provided I become a Buddha, if the beings of my land do not possess the divine-ear, which can hear the Teachings of a hundred thousand kotis of nayuta of Buddhas, or do not faithfully observe those Teachings, then may I not attain enlightenment

8."Provided I become a Buddha, if the beings of my land do not all possess the intuitive-mind, which knows the thoughts of all beings of a hundred thousand kotis of nayuta of Buddha-lands, then may I not attain enlightenment.

9."Provided I become a Buddha, if the beings of my land do not all possess the heavenly -step, which can of one thought travel over a hundred thousand kotis of nayuta of Buddha-countries in the shortest fraction of a moment, then may I not attain enlightenment.

10."Provided I become a Buddha, if there should arise in the minds of any beings in my land the idea of selfishness and covetous thoughts, even with regard to their own bodies, then may I not attain enlightenment.

11."Provided I become a Buddha, if the beings of my land do not all firmly abide in a concentrated state of meditation and equanimity (samadhi) until they have reached nirvana, then may I not attain enlightenment.

12."Provided I become a Buddha, if my light is limited in such a way that it cannot illuminate a hundred thousand nayuta of kotis of Buddha-lands, then may I not attain enlightenment.

13."Provided I become a Buddha, if the length of my life is limited, even to a hundred thousand nayuta of kotis of kalpas, then may I not attain enlightenment.

14."Provided I become a Buddha, if any being is able to count the number of innumerable pupils in my land -- even if it takes a hundred thousand nayuta of kotis of kalpas for all the beings of three million worlds and the whole triple universe, after becoming Pratyeka-Buddhas, to count that number -- then may I not attain enlightenment.

15."Provided I become a Buddha, if the lives of the beings in my land are not eternal, except by their own free will whenever they choose to pass away from life, then may I not attain the enlightenment.

16."Provided I become a Buddha, there will be no evil or sinful existence in my land; even its very name will be unknown. Otherwise, may I not attain enlightenment.

17."Provided I become a Buddha, if the innumerable Buddhas of the worlds of ten quarters do not glorify my name, then may I not attain the enlightenment.

18."Provided I become a Buddha, if any sentient being in the ten quarters who hears my name and is thus awakened to the highest faith and aspires toward rebirth in my land, recollects that thought for as few as ten times, that being will be reborn there, with the exception of those who have committed the five grave offenses, or who have blasphemed the Dharma. Otherwise, may I not attain enlightenment.

19."Provided I become a Buddha, then at the moment of death of any sentient being in the ten quarters who has directed his thoughts towards the Bodhi and has cultivated his stock of various merits with a fervent desire for rebirth in my land, if I do not appear with an assembly of retinue before him, then may I not attain enlightenment.

20."Provided I become a Buddha, if any sentient being of ten quarters hears my name and then constantly longs for my land and cultivates various essential merits for the purpose of realizing his earnest wish to be born in my country, and then fails to attain that wish, then may I not attain enlightenment.

21."Provided I become a Buddha, if any sentient being in the ten quarters is not endowed with a glorious body perfected with the thirty-two attributes (laksanani) of a great being, then may I not attain enlightenment.


22."Provided I become a Buddha, the Bodhisattvas whose activities have surpassed the stage of ordinary beings, who practice the universal virtue of Universal Worthy Boddhisatva, and who come to be born in my land will be subject to that one birth only, and then will become Buddha-elect (ekajatipratibuddhas), with the exception of those who, by their own free will, wish to remain in the stage of Bodhisattvahood to serve the Buddhas of ten quarters for the sake of delivering various beings. Then they will wear the armor of their vows and will travel to all worlds, performing their Bodhisattva's duties and accumulating their stock of merit, converting the various beings whose numbers are as great as the grains of sand of the River Ganges to the highest perfect knowledge. Otherwise may I not attain enlightenment.

23."Provided I become a Buddha, if those Bodhisattvas in my land, through the Grace of the Buddha, are not able to serve all the Buddhas throughout the countless nayuta of Buddha-worlds within a less than a moment, then may I not attain the enlightenment.

24."Provided I become a Buddha, if any Bodhisattva in my land wishes to use his stock of merit to produce any object to be used before the Buddhas, and if such an object does not appear before him to his satisfaction, then may I not attain enlightenment.

25."Provided I become a Buddha, if Bodhisattvas in my land are not able to preach the law of wisdom to completion, then may I not attain enlightenment.

26."Provided I become a Buddha, if any Bodhisattva in my land does not possess a golden body as strong as the diamond of Narayana, then may I not attain enlightenment.


27."Provided I become a Buddha, the heavenly beings and the various properties produced in my land shall all be of supreme beauty and shall abound in boundless quantity, and in an infinity of various forms. If any being therein, even one who even possesses the divine-eye, is able to perceive all the appellations and quantity of such beauties, then may I not attain the enlightenment.

28."Provided I become a Buddha, if any Bodhisattva of my land who possesses even the slightest stock of merit does not perceive the boundless shining beauty of the Bodhi-trees of my sanctuary, their height being at least four million miles, then may I not attain enlightenment.

29."Provided I become a Buddha, if the Bodhisattvas of my land do not all possess the wisdom of eloquent oration after having read, recited, and observed the Dharma of the Sutras, then may I not attain the enlightenment.

30."Provided I become a Buddha, if the Bodhisattvas of my land are limited in the wisdom of their oration, then may I not attain enlightenment.

31."When I have obtained the Buddhahood, if my land is not so reflective and raidant that it reflects the miniatures of the innumerable, inconceivable and boundless Buddha-worlds in all the ten quarters as clearly as one's face is seen in a bright mirror, then may I not attain enlightenment.

32."After I have obtained Buddhahood, there shall be in my land magnificent palaces towering up from the ground to the void, also lakes, winding streams, blossoming trees, and myriad other properties which are compounded of various jewels and thousands of kinds of perfumes, minutely embellished in the most wondrous state, surpassing all heavenly and human worlds. And the scent of perfumes shall thoroughly pervade the worlds of ten quarters in such a way that when Bodhisattvas smell them, their minds are directed to Bodhi. Otherwise, may I not attain enlightenment.

33."When I obtain the Buddhahood, if the body of any sentient being in the boundless and inconceivable Buddha-worlds in any of the ten quarters is touched by the rays of my splendor, and if that being's body and mind do not then become gentle and peaceful, in a state that is far more sublime than those of the gods and men, then may I not attain enlightenment.

34."When I obtain Buddhahood, if the beings of boundless and inconceivable Buddha-worlds do not attain the "Endurance of Nirvanic Life" (ajatah sarvadharmah) of Bodhisattva, and the deep knowledge of "Adharanamudro" (or dharani) afterhearing my name, then may I not attain enlightenment.

35."When I obtain Buddhahood, women in boundless and inconceivable Buddha-worlds across the ten quarters will hear my name and will thereby been awakened in faith and joyful aspiration. Turning their minds towards Bodhi, they will dislike their own female lives, and then, when they are born again, in their next life they will be reborn in male bodies. Otherwise may I not attain enlightenment.

36.When I obtain Buddhahood, the Bodhisattvas of boundless and inconceivable Buddha-worlds across the ten quarters, having heard my name, after their death [in their next life] will still continue their Bodhisattva-duty until they have obtained Buddhahood. Otherwise, may I not attain enlightenment.

37.When I obtain Buddhahood, the heavenly beings of the boundless and inconceivable Buddha-worlds across the ten quarters, having heard my name, will worship me with prostrate reverence, and will joyfully and faithfully perform their Bodhisattva-duty, and will be honored by gods and men. Otherwise, may I not attain enlightenment.

38.When I obtain the Buddhahood, the heavenly beings of my land, should they desire a garment, will be able to perceive themselves, as quick as thought, covered by apparitionally produced costumes, excellent to their satisfaction, worthy to be praised by the Buddha, without the work of sewing, washing, dying, and so on. Otherwise, may I not attain enlightenment.

39."When I attain the Buddhahood, if the heavenly beings of my land do not enjoy happiness as great as that of the holy bhikkhus, then may I not attain enlightenment.

40."When I attain Buddhahood, if the Bodhisattvas of my land wish to see the boundless, holy, pure Buddha-worlds of the ten quarters, they will at once behold them from the jewel-trees as though their faces were being reflected in a highly burnished, brilliant mirror. Otherwise, may I not attain the enlightenment.

41."When I attain the Buddhahood, if the Bodhisattvas of other worlds, after having heard my name, suffer from any diminution in the functional powers and are not endowed with all sense-organs in completion before reaching the Buddhahood, then may I not attain enlightenment.

42."When I obtain the Buddhahood, if the Bodhisattvas in other Buddha-lands whohear my name do not all attain, in one moment of thought, the pure samadhi of emancipation from which they could serve innumerable and inconceivable number of Buddhas [Tathagatas], or if their of their samadhi should come to an end meanwhile, then may I not attain enlightenment.

43."After I have obtained the Buddhahood, if any Bodhisattva of another land hears my name, that Bodhisattva will, after death, be reborn as a member of a noble family if he or she so desires. Otherwise, may I not attain enlightenment.

44."When I obtain the Buddhahood, the Bodhisattvas of other lands, having heard my name, will all obtain a combination of full virtues and will joyfully perform their Bodhisattva-duty. Otherwise, may I not attain enlightenment.

45."When I have obtain Buddhahood, all Bodhisattvas of other lands who hear my name will obtain the samantanugata (the thoroughly and equal samadhi in a fixed state of meditation). Through that samadhi, they will see innumerable and inconceivable Buddhas constantly until they have obtained the Buddhahood. Otherwise may I forbear from obtaining enlightenment.

46."When I obtain Buddhahood, the Bodhisattvas of my land shall be able to hear the Teaching of the Dharma whenever they desire. (The voices of teaching will present themselves naturally to their ears). Otherwise may I refrain from attaining enlightenment.

47."When I obtain Buddhahood, if Bodhisattvas of other lands, after having heard my name, do not immediately reach the state of never turning back from Bodhi, then I will refrain from attaining enlightenment.


48."When I have obtained Buddhahood, if Bodhisattvas of other lands who hear my name, do not reach the first, second, and third degrees of Dharma-endurance immediately, or if they turn back from the Buddha Dharma, then I will refrain from attaining enlightenment.


Tuesday, October 28, 2008

Maha Kausthila

Salam sejahtera untuk sahabat-sahabat dalam Dharma..

Aku dapat Pe-eR sebulan lebih tapi baru sekarang bisa aku jawab. Ini pun berkat bantuan dari seorang suhu.. :) yang sengaja menyiapkan bahan untuk menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan dari Be Ce... siapakah Maha Kaushila itu ??

Belum pernah dengar ?? Hehehe... Maha Kausthila adalah nama seorang siswa Shakyamuni Buddha yang telah menjadi Arahat. Iya.. Y.A. Maha Kausthila ada disebut dalam Amitabha Sutra, nama mandarinnya 摩诃倶絺羅. Pernah baca kan ?? Inget ?? Kalo lupa, coba deh buka lagi Sutra Amitabha nya.

Y.A. Maha Kausthila adalah paman Y.A. Shariputra. Beliau senang sekali berdebat dengan kakak perempuannya. Setiap kali berdebat ia pasti bisa mengalahkan kakaknya itu. Tetapi setelah kakaknya mengandung, Maha Kausthila tidak pernah menang lagi bila berdebat dengan kakaknya itu. Beliau sadar bahwa anak yang dikandung kakaknya itu adalah seorang bijaksana.

Akhirnya karena takut nantinya dikalahkan oleh keponakannya yang belum lahir itu, Maha Kausthila memutuskan untuk pergi ke India bagian selatan, untuk mempelajari semua kitab suci yang bukan buddhis. Ia tidak mau orang menertawakannya suatu saat karena kalah berdebat dengan keponakannya itu. Enam belas tahun sudah ia belajar dengan giat sampai-sampai ia tidak sempat memotong kukunya. Karena itu orang-orang memanggil dia si kuku panjang.

Enam belas tahun kemudian Maha kausthila kembali, tetapi keponakannya itu sudah mengikuti Shakyamuni Buddha. Maha Kausthila kemudian mencari Shakyamuni Buddha untuk berdebat. Buddha menjawab, bila Maha Kausthila kalah berdebat denganNya maka Shariputra akan dikembalikan. Maha Kausthila teringat akan kegigihannya belajar selama 16 tahun, maka dengan sombongnya ia berkata di depan orang banyak, bila Buddha kalah berdebat, Shariputra harus dikembalikan padanya. Tetapi bila Buddha menang, maka ia akan memenggal kepalanya.

Buddha sambil tersenyum bertanya kepada Maha Kausthila, satu pertanyaan yang sulit dijawab oleh Maha Kausthila. Kemudian lord Buddha menguraikan dharma kepada Maha Kausthila. Setelah mendengarkan uraian dharma Maha Kausthila menjadi siswa Lord Buddha dan mencapai Arahat. Di antara siswa Lord Buddha, Maha Kausthila dikenal sebagai ahli debat nomor satu.

Pertanyaan lord Buddha itu apa ?? Nah ini aku ketik aja pake mandarin ya.. karena aku juga bingung gimana ubahnya ke bahasa Indonesia. Sorry banget lho..

佛笑問 : " 你以何為宗 ? "
他答道 : " 我以一切法不受為宗 "
佛再問 : " 那麽 , 一切法不受的見解你受不受 ? "

此时倶絺羅如良馬見鞭影 , 即拾貢高我慢 , 慚愧低頭 , 暗自思維 : [ 佛使我堕於两種負處 . 若我説受 , 别人使反問我為何説一切法不受 ; 若我説不受 , 别人不大可能駁斥我 .] 於是說 : [我一切法不受 , 就是這個見解亦不受 ! ]

佛言 : [ 一切法不受 ,是見解亦不受 ; 則無所受 , 那麽你舆眾人無異 , 何用高而生憍慢 ? ]

倶絺羅自知理屈 , 不能作答 , 卻於佛的智慧起恭敬心 , 信心 , 即高聲說 : [取刀來斬我頭 ! ]
佛言 : [ 我法中無如是事半功倍. ]

Wednesday, October 22, 2008

Waktu kecil

Aku benci hujan waktu masih kecil. Karena tiap kali musim hujan, aku pun mulai flu. Mulai batuk, mulai pilek, dan mulai berpantang tidak boleh makan gorengan, tidak boleh makan krupuk, tidak boleh makan baso tahu, tidak boleh tidak memakai kaos kaki bahkan tidur harus dibuntel selimut....diolesi kayu putih.. Upss....

Waktu kecil... aku pernah mencuri es dari kulkas. Es yang kumakan bukan cuma satu, tapi sekali makan 8 potong. Mamaku suka bikin es. Dari rasa coklat, rasa kelapa, kgak tahu rasa apa lagi. Lupa... Yang pasti...aku pernah sakit perut yang kgak bisa hilang.. aku kgak ngerti... apa ini akibat dari makan es yang kebanyakan atau emang karma burukku berbuah karena mencuri es di kulkas ?? Hahaha... meskipun pendek karena baru kelas 1 SD.. tapi aku kuat lho.. mengambil bangku kayu untuk membuka freezer dan mengembalikan bangku kayu itu ke kamar mamaku.

Waktu aku kelas 2 SD... aku suka mencuri penghapus, pensil dan buku tulis dari toko mamaku. Aku juga suka mencuri bodreksin tablet buat aku kunyah seperti permen. Kata sapa obat itu kgak enak ? Buktinya, aku makan bodrexin tiap hari sampai aku diam di dalam etalase, takut ketahuan mamaku. Orang-orang yang datang untuk membeli barang tidak tahu kalo yang di dalam etalase adalah aku. Mereka pikir, mamaku sekarang menjual boneka gendut yang mirip orang. Wuakakakakak.... setelah ketahuan kalo itu adalah aku, anaknya... habislah aku dijewer mamaku.. hihihi...

Waktu aku kecil, aku suka mencuri permen. Aku seneng makan yang manis-manis. Sampai gigiku pada keropos... hitam-hitam.. jelek banget deh. Mamaku takut, anak perempuan kecilnya besar nanti jadi jelek... maka kalengan permen yang tadinya ada di atas meja makan, disembunyikan oleh mamaku. Tapi meskipun disembunyikan... aku kgak salah diangkat anak ama tikus sawah... aku selalu tahu di mana kaleng-kaleng permen itu disembunyikan. Hahaha.. kadang di belakang rak, kadang di belakang lemari TV, kadang di belakang laci... hehehehe..

Waktu aku kecil... aku suka manjat-manjat tembok, kemudian naik-naik ke genteng tetangga. Aku yang gemuk, sekali menginjak genteng... gentengnya langsung pecah. Akibatnya waktu hujan, rumah-rumah tetangga pada bocor. Hikhikhikk.... malam-malam, papa aku siap-siap menjewer aku.. terus bilang, "Kamu itu udah gendut... jangan suka naik-naik rumah orang, bocor semua itu rumah tetangga." Aku nangis sedih... bukan karena dimarahi papa tapi karena kgak boleh naik lagi ke atas genteng... hehehhe... tapi aku tetap naik seh...sapa takut ?? wuek..

Pernah aku mencuri barang dagangan mama aku... sepatu, tas.. terus aku lempar ke belakang lemari baju. Lemari baju itu tidak ditaruh sejajar dengan tembok.. tapi ditaro menyudut. Jadi belakang lemari itu ada ruang yang berbentuk segitiga. Ceritanya aku mau ambil lagi barang hasil curianku.. aku manjat lemari... terus lompat ke belakang lemari..tapi...hiks.. aku kgak bisa manjat lemari lagi.. karena di belakang lemari kgak ada kursi... Akhirnya aku nangis kencang-kencang... aku takut kgak bisa keluar... terus mama aku bingung, kok ini anak ada suara nangisnya tapi kgak ada orangnya.. Hahahahaha.... aku selamat deh setelah papaku pulang.. dan aku kapok deh kgak mau nyuri lagi... Hik hik hik....

Sekarang... aku udah kgak gemuk kaya dulu. Sekarang aku udah kgak mau mencuri lagi kaya dulu. Sekarang aku udah kgak mau lagi ngelawan papa mama. Sekarang aku kgak mau lagi manjat-manjat genteng rumah orang. Sekarang aku mau jadi anak yang baik-baik. Yang bisa menghibur orang yang lagi susah, menemani orang yang sedang kesepian, mengobati orang yang sedang kesakitan, membahagiakan orang yang sedang menderita... sekarang aku ingin menjadi orang yang sadar.. dalam setiap pikiran, ucapan, dan tindakan. Karena aku tidak ingin mengulangi kebodohan-kebodohan bathin ini dalam setiap kelahiran aku. Semoga anda pun sama seperti aku ya, tidak mengulangi kesalahan lagi. Hehehehe....

Kebencian

Kuperhatikan wajahnya dari kejauhan, kuamati sosoknya dari sini.. dari bawah pohon kamboja. Tak usah ia mengenalkan dirinya. Walaupun sudah 15 tahun tidak bertemu, tapi aku masih ingat dengan gayanya yang khas. Selain perutnya yang membuncit, semuanya hampir sama seperti dulu.

Dia adalah orang yang kubenci.. yang pernah kubenci dan selalu akan kubenci seumur hidupku. Orang yang telah menghianati kebesaran hatiku, orang yang telah mencampakkan kebahagiaanku, orang yang telah menduakan cita-citaku. Dialah pahlawan bagi orang lain tapi musuh terselubung di balik punggungku.

15 tahun !! Bayangkan... !! Ternyata masih juga kusimpan tekad kebencian itu. Apakah ini yang disebut merasuk sampai ke tulang sumsum? Aku tidak tahu. Tapi saat aku termenung ini menatap sosoknya dari kejauhan... aku merasa lelah dan sungguh... aku ingin berhenti.

Masih teringat waktu kebencian itu muncul. Badanku bergetar, mulutpun kelu, mata mendelik. Jantung berdebar-debar, panas dan dingin datang silih berganti. Kedua tangan pun langsung mengepal. Ingin kujotos kepalanya langsung. Gigiku pun tak sanggup lagi untuk tidak menahan amarah. Oooo... aku sangat tersiksa saat itu. Cuma gara-gara sendok dan garpu yang baru kubeli dengan gaji pertamaku.

Kebencian yang melanda diriku 15 tahun yang lalu... dibarengi dengan kemarahan yang mendalam menyebabkan aku telah kehilangan sahabat terbaikku. Aku malu sekarang. Malu dengan pikiran-pikiran jahat yang tidak terkendali seperti ini. Sekarang aku punya malu dan takut untuk berbuat jahat.

Aku hampiri dia... dan menepuk punggungnya, "Apa kabar, sabahat ?" "Dia membalikkan badannya, terbelalak... dan langsung merangkul diriku, "Aku sangat merindukan persahabatan kita... "

Wednesday, October 15, 2008

Air mata

Dalam hidupku selama 37 tahun di dunia ini... aku pernah menangis. Aku pernah meneteskan air mata. Terharu... bersedih karena kehilangan, bergembira... semuanya aku pernah hadapi. Kapankah itu ?

Tahun 1990... air mata pertama yang mengalir adalah saat orang yang kuanggap pelindungku, penunjuk jalanku, tiba-tiba pergi meninggalkan aku seorang diri menjalani kehidupan. Aku menangis, karena aku takut sendirian. Aku menangis karena aku takut menghadapi masa depan. Aku menangis karena aku tidak mau berjalan dalam kegelapan...

Air mata ke dua... yang juga mengalir kgak bisa berhenti selama beberapa jam.. waktu tahun 1995-1996. Kakak misan aku, yang hiking ke gunung Semeru... yang hilang tidak ada kabarnya selama dua tahun.. tiba-tiba diketemukan tulang jasadnya. Aku menangis waktu di pemakaman keluarga. Di usia baru menjelang dua puluh satu tahun.. seorang anak lelaki tunggal meninggal dunia tanpa ditunggui oleh siapapun. Hanya menuruti ramalan-ramalan dari mereka yang punya indra ke-6.. bahwa kakak misanku, meninggal sambil memegang Alkitabnya di saat-saat kematiannya.

Air mata ke tiga.. mengalir saat aku bertemu kembali dengan orang yang telah lama ingin aku lupakan. Aku menangis karena ternyata beliau masih care ama aku, masih seperti dulu, masih seperti 10 tahun yang telah berlalu... Oooohhh... aku menangis.. menangis selama seminggu.. Hahaha... lucu deh kalo diingat lagi... Hiks... tapi emang nyata !!

Air mata terakhir yang aku ingat... waktu aku mendengar ungkapan terima kasih dari Dagpo Rinpoche di Perancis.. Woooow.... terharuuuuuuuu banget... sulitnya mendengarkan buddhadharma... sulitnya bertemu dengan guru-guru spiritual.

37 tahun hidup di dunia... ternyata cuma aku isi dengan tawa dan air mata. Kadang dibarengi dengan kemarahan, kekecewaan, kekesalan, harapan, kenangan... yang semuanya pernah kutuang dalam buku harian... dalam jejak-jejak kesadaran..

Sudah lama tidak ada air mata yang mengalir dengan deras... karena ternyata.. di mana-mana aku selalu menemukan orang yang sedang berkeluh kesah, orang yang lebih menderita. hahahaha... beneran lho !!!

Sekarang aku berharap, bisa menjadi wadah yang besarnya tiada ukurannya... untuk menampung air mata - air mata yang mengalir dari semua makhluk. Supaya beban mereka menjadi ringan, bathin mereka menjadi damai dan hidup mereka menjadi tenang.

Monday, September 29, 2008

Amitbha Sutra

Namo! Homage to the Lotus Pool Assembly of Buddhas andBodhisattvas As Vast As the Sea (3x)

Sutra of the Buddha's Teaching On Amitabha.

Thus I have heard, at one time the Buddha dwelt at Shravasti, in the Jeta Grove in the Garden of the Benefactor of Orphans and the Forlorn, together with a gathering of Great Bhikshus, twelve-hundred fifty in all, all Great Arhats well-known to the assembly: Elders Shariputra, Mahamaudgalyayana, Mahakasyapa, Mahakatyayana, Mahakausthila, Revata, Suddhipanthaka, Nanda, Ananda, Rahula, Gavampati, Pindola-Bharadvaja, Kalodayin, Mahakaphina, Vakkula, Aniruddha, and others such as these, all Great Disciples, together with all the Bodhisattvas, Mahasattvas: Manjushri, Prince of Dharma; Ajita Bodhisattva, Gandhastin Bodhisattva, Nityodukta Bodhisattva, and others such as these, all Great Bodhisattvas, and together with Shakra, Chief among Gods, and the numberless great multitudes from all the heavens.

At that time, the Buddha told the Elder Shariputra, From here, passing through hundreds of thousands of millions of Buddhalands to the West there is a world called Utmost Happiness. In this land a Buddha called Amitabha right now teaches the Dharma.

Shariputra, why is this land called Utmost Happiness? All living beings of this country never suffer, but enjoy every bliss. Therefore it is called Utmost Happiness.

Moreover, Shariputra, this land of Utmost Happiness is completely surrounded by seven tiers of railings, seven layers of netting, and seven rows of trees, all formed from the four treasures, and for this reason called Utmost Happiness.

Moreover, Shariputra, in the land of Utmost Happiness are pools of the seven jewels, filled with the waters of eight meritorious qualities; the bottom of each pool is pure, covered with golden sands. On the four sides climb stairs of gold, silver, lapus lazuli, crystal, mother-of pearl, rubies, and carnelian.

In the pools bloom lotuses as large as carriage wheels with colors of green light, red light, yellow light, and white light, subtle, rare, fragrant, and pure. Shariputra, the Land of Utmost Happiness is crowned in splendor and virtues such as these.

Moreover, Shariputra, in this Buddhaland heavenly music always plays, and the ground is made of gold. In the six periods of the day and night a heavenly rain of mandarava flowers falls, and throughout the clear morning, each living being of this land offers sacks filled with myriads of wonderful flowers to the hundreds of thousands of millions of Buddhas of the other directions. At mealtime they return to their own countries and after eating they walk about. Shariputra, the Land of Utmost Happiness is crowned in splendor and virtues such as these.

Moreover, Shariputra, in this country there are always rare and unusual birds of many kinds and colors: white geese, cranes, peacocks, parrots, egrets, kalavinkas and two-headed birds. In the six periods of the day and night the flocks of birds sing forth harmonious and elegant sounds. Their clear and joyful calls proclaim the Five Roots, the Five Powers, the Seven Limbs of Bodhi, the Eightfold Path of Sages, and dharmas such as these. When living beings of this land hear their calls they are altogether mindful of the Buddha, mindful of the Dharma, and mindful of the Sangha.

Shariputra! Do not say that these birds are born as retribution for their sins. And why not? Because in this Buddhaland the three evil paths do not exist. Shariputra, even the names of the three evil paths are unknown in this Buddha's land; how much the less could they actually exist! Wishing to proclaim the Dharma's sound far and wide, Amitabha Buddha created these multitudes of birds by transformation.

Shariputra, in that Buddhaland when the gentle winds blow, the rows of jewelled trees and jewelled nets reverberate with fine and wondrous sounds, as a symphony of one hundred thousand kinds of music played in harmony. All who hear these sounds are naturally mindful of the Buddha, mindful of the Dharma, and mindful of the Sangha. Shariputra, the Land of Utmost Happiness is crowned in splendor and virtues such as these.

Shariputra, what do you think? Why is this Buddha called Amitabha? Shariputra, the brilliance of that Buddha's light is measureless, illumining the lands of the ten directions everywhere without obstruction. For this reason he is called Amitabha.

Moreover, Shariputra, the lifespan of that Buddha and that of his people extends for measureless, limitless asamkhyeyas of kalpas. For this reason he is called Amitayus. And, Shariputra, since Amitabha became a Buddha, ten kalpas have passed.

Moreover, Shariputra, that Buddha has measureless, limitless asamkheyas of Sound-Hearer disciples, their number incalculable. So too is the assembly of Bodhisattvas. Shariputra, that Buddhaland is crowned in splendor and virtues such as these.

Moreover, Shariputra, the living beings born in the Land of Utmost Happiness are all avaivartika. Among them are many who in this very life will dwell in Buddhahood. Their number is extremely many; it is incalculable. And only in measureless, limitless asamkyeyas of kalpas could they be counted.

Shariputra, those living beings who hear of this should vow: I wish to be born in that country. And why? Because those who are born there assemble in one place with people whose goodness is unsurpassed. Shariputra, if one has few good roots, blessings, and virtues, one cannot be born in that land.

Shariputra, if there is a good man or good woman who hears of Amitabha and holds his name whether for one day, two days, three, four, five days, six days, as long as seven days with one mind unconfused, when this person nears the end of life, before him will appear Amitabha and all the Assembly of Holy Ones. When the end comes, his mind will not be utterly confused, and in Amitabha's Land of Utmost Happiness he will quickly be reborn. Shariputra, because I see this benefit, I speak these words; and, if living beings hear this teaching they should make the vow: I wish to born in that land.

Shariputra, just as I now praise the inconceivable benefits arising from the merit and virtue of Amitabha, so too in the East does Akshobya Buddha, Sumeru Likeness Buddha, Great Sumeru Buddha, Sumeru Light Buddha, Wonderful Sound Buddha; all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all the Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, a sutra they protect and bear in mind.

Shariputra, in the Southern World, Sun-Moon Lamp Buddha, Sumeru Lamp Buddha, Celebrated Light Buddha, Great Radiant Shoulders Buddha, Sumeru Lamp Buddha, Measureless Vigor Buddha, all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, a sutra they protect and bear in mind.

Shariputra, in the Western World, Measureless Life Buddha, Infinite Features Buddha, Measureless Curtain Buddha, Great Light Buddha, Great Clarity Buddha, Jewelled Likeness Buddha, Pure Light Buddha, all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, protecting and bearing it in mind.

Shariputra, in the Northern World, Radiant Shoulders Buddha, Most Glorious Sound Buddha, Invincible Buddha, Sun-Birth Buddha, Luminous Net Buddha, all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, a sutra they protect and bear in mind

Shariputra, in the World Below, Lion Buddha, Well-Known Buddha, Celebrated Light Buddha, Dharma Buddha, Dharma-Curtain Buddha, Upholding Dharma Buddha, all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, a sutra they protect and bear in mind.

Shariputra, in the World Above, Pure Sound Buddha, Constellation King Buddha, Superior Fragrance Buddha, Fragrant Light Buddha, Great Radiant Shoulders Buddha, Varicolored Jewels-Adorned Body Buddha, Sala Tree King Buddha, Jewelled Flower of Virtue Buddha, Discerning All Meanings Buddha, Like Sumeru Mountain Buddha, all Buddhas such as these, numberless as Ganges' sands, each in his own country gives forth a vast and far-reaching sound that pervades the threefold, great, thousand-world realm and proclaims these sincere and honest words: All you living beings should believe in this sutra which all Buddhas praise for its inconceivable merit and virtue, a sutra they protect and bear in mind.

Shariputra, what do you think? Why is it called Sutra which all Buddhas protect and bear in mind? Shariputra, if a good man or good woman hears this sutra and upholds it, and hears the names of all these Buddhas, this good man or good woman will also be one whom all Buddhas protect and bear in mind, and will attain non-retreat from anuttarasamyaksambodhi. Therefore, Shariputra, all of you should believe and accept my words and the words all Buddhas speak.
Shariputra, if there are people who have already made the vow, who now make the vow, or who will make the vow, I wish to be born in Amitabha's country, these people, whether born in the past, now being born there, or to be born there in the future, will all attain non-retreat from anuttarasamyaksambodhi. Therefore, Shariputra, all good men and good women who believe should make the vow, I wish to be born in that country.

Shariputra, just as I now praise the inconceivable merit and virtue of all Buddhas, all those Buddhas also praise my inconceivable merit and virtue, saying these words: Shakyamuni Buddha can accomplish extremely difficult and rare deeds in the Saha Land during the evil time of the Five Turbidities: during the time turbidity, the views turbidity, the affliction turbidity, the living beings turbidity, and the lifespan turbidity. He can attain anuttarasamyaksambodhi and for the sake of living beings proclaim this Dharma, which the whole world finds hard to believe.
Shariputra, you should know that I, in the evil time of the Five Turbidities, perform these difficult deeds, attain anuttarasamyaksambodhi, and for the entire world proclaim this Dharma which is difficult to believe, extremely difficult!

After the Buddha spoke this Sutra, Shariputra, all the Bhikshus, and the entire world of gods, humans, asuras, and others, hearing what the Buddha had said, joyously delighted in it, faithfully accepted it, bowed and withdrew.

End of the Sutra of the Buddha's Teaching on Amitabha

Dharani For Rooting Out Karmic Obstructionsand For Being Reborn In the Pure Land:

Na mwo e mi dwo pwo yeDwo two chye dwo yeDwo de ye twoE mi li du pwo piE mi li dwo syi dan pwo piE mi li dwo pi jya lan diE mi li dwo pi jya lan dwoChye mi li chye chye nwoJr dwo jya liSwo pe he. (3X)

In Praise Of Amitabha Amitabha's body is the color of gold,The splendor of his hallmarks has no peer;The light of his brow shines around a hundred worlds,Wide as the seas are his eyes pure and clear.Shining in his brilliance by transformationAre countless Bodhisattvas and infinite Buddhas.His forty-eight vows will be our liberation,In nine lotus stages we reach the farthest shore.

Homage to the Buddha of the Western Pure Land,Kind and Compassionate Amitabha (3x)Namo Amita Buddha (recite at length)

Friday, September 26, 2008

Amitabha Buddha

Amitabha Buddha artinya adalah Buddha Cahaya Tanpa Batas (limitless light). Nama lain beliau adalah Amitayus, artinya kehidupan tanpa batas (limitless life).

Kehidupan tanpa Batas ini berkenaan dengan berkah dan kebajikan beliau yang tiada batasnya, sedangkan cahaya tanpa batas berkenaan dengan kebijaksanaannya. Tetapi sebenarnya bukan hanya berkah, kebajikan dan kebijaksanaaNya yang tanpa batas, melainkan kekuatan spiritualNya, keahlian, sumbangsih dan ajaranNya yang juga tiada batasnya.

Sebelum menjadi Buddha, beliau membuat 48 ikrar agung, yang mana masing-masing ikrar tersebut akan membuat kita mencapai kebuddhaan.

Pada masa tersebut, beliau adalah seorang bhiksu yang bernama Dharma Treasury. Beliau mengatakan, "Saat aku mencapai kebuddhaan, aku bertekad bila ada makhluk hidup yang melafal namaKu maka ia pun akan mencapai kebuddhaan. Jika mereka tidak memperolehnya, aku pun tidak akan menjadi Buddha."

Dengan kekuatan tekadNya, beliau membimbing makhluk-makhluk ke Tanah Suci Sukhavati. Baik makhluk yang berkapasitas rendah, sedang maupun tinggi, mereka tidak akan terlahir dalam kandungan melainkan di dalam bunga Lotus. Untuk terlahir di sana, kita harus memiliki KEYAKINAN, TEKAD, dan LATIHAN.

Amitabha Buddha didampingi oleh Avalokiteshvara Bodhisattva dan Mahastamaprapta Bodhisattva.

Thursday, September 25, 2008

My Wish

Bila boleh aku berharap... aku tidak mau menjadi pohon yang tumbuh tinggi menjulang... Aku takut tiupan angin kencang yang pasti menghantam diriku setiap hari.... Tiupan angin pasti akan menggoyang-goyangkan badanku kesana kemari..
Aku sungguh takut ! Aku takut suatu hari aku tidak sanggup lagi menahannya dan akhirnya kubiarkan tubuhku menghantam orang-orang yang sedang berteduh di bawahku !!

Aku tidak mau tubuhku terbakar.. kemudian ujung-ujung rantingku mengering dan daun-daunku menguning... kemudian setiap hari.. daun-daunku jatuh berguguran di tanah..
Sungguh aku tidak mau melihat mereka berserakan di bawah sana..

Bila boleh aku berharap... aku ingin menjadi rumput.. yang mengikuti alunan angin..
Bila angin bertiup kencang... badanku ikut bergoyang dengan cepat..
Bila angin berhembus sepoi-sepoi.. badanku hanya sekedar bergoyang kiri kanan..
Menjadi rumput.. aku tidak takut terhempas.. karena aku yakin.. akarku sangat kuat menahan badanku yang ringan ini.. meskipun orang-orang tidak mengenalku.. aku tetap akan menjadi diriku sendiri !!

Lautan Samsara

"Beribu kelahiran sudah aku lewati.. beribu kematian sudah pernah aku alami... lahir, tua, dan sakit sudah pernah aku hadapi dan sekarang aku sedang terlahir lagi...

Sudahkah aku bosan dan jenuh dengan kelahiran ? Sudahkah aku bosan dan jenuh dengan kematian ? Pernahkah aku mencari obat untuk membuat aku tidak sakit lagi, tidak lahir lagi, tidak mati lagi, tidak menderita lagi ???

Lord Buddha... balok-balok Mu telah kau patahkan.. Kau tak lagi membuat rumah yang baru... sedangkan aku ?? Aku terus menikmati kelahiranku, aku terus menikmati hayalan-hayalanku, aku terus menikmati kemelekatan-kemelekatanku.. aku terus menikmati sentuhan-sentuhan dan sensasi-sensasi indriya ku...

Lord Buddha... meskipun terlambat kesadaran ini muncul.. semoga aku dapat mengikuti jejak Mu... menghancurkan rakit-rakit ku.. supaya aku tidak lagi mengembara.. di lautan samsara yang tiada batas nya ini !"

Tuesday, September 23, 2008

Makanan India

Neh.. kalian pengen liat food nya orang India kgak ? Hari pertama makan... enak banget.. hari kedua, enak. Hari ketiga.. lumayan.. hari ke empat... hiks, hari ke tujuh.. wueekkk !! Hari ke sepuluh.... aduh.. pengen indomie !! Hari ke dua belas, ke tiga belas !!! Hehehehehe.... I Love Indonesian Food !!

Sayur yang sama jenisnya.... tapi yang ngolah beda orang... hasilnya ??? Rasanya ??? ^%@#?!!??? Hahahaha.... GELAP DEHHH !!!

Demikian juga kita, manusia... sama-sama punya perasaan, sama-sama punya titel, sama-sama punya orang tua, sama-sama makan nasi.. sama-sama seneng main, sama-sama senang kerja, sama-sama ke vihara.. kok hasilnya jadi beda yaaaa ????

Bukit Burung Nazar, India

Pernah denger cerita tentang Shakyamuni Buddha yang sedang membabarkan dharma tapi tidak mengeluarkan kata-kata ??? Nah ada tuh cerita tersebut dalam sebuah sutra. Jadi.. Guru kita ini cuma pegang sekuntum bunga... terus semua yang hadir pada bingung.. kok ?!?

Tapi ada yang tersenyum, yaitu Y.A. Maha Kassapa... hehehehe.. aku juga senyum.. bahagia... Nah dimana itu tempatnya ? Di sini neh di foto yang di atas.. ini namanya Ling Jiu Shan.. atau Bukit Burung Nazar.. bahasa kerennya Bukit Griddhakuta (Vulture Peak).

Di bawah sini ada beberapa goa batu.. yaitu Goa Y.A. Ananda, Goa Y.A. Sariputra, Goa Y.A. Maudgalyayana. Di dalam goa-goa inilah mereka bermeditasi. Seperti apa bentuknya... hehehe.. pergilah ke India.. dan lihatlah sendiri. Kan Ehipassiko... hehe...

Monday, September 22, 2008

Kusinara, India

Terlihat sepasang pohon Sala kembar.. tempat di mana sang guru, Shakyamuni Buddha mencapai parinirvana. Aduuuhhhh.... terharu deh... huk huk huk... Kalian bingung ya ? Aku di mana sekarang ? Hehehe... aku ada di Kusinara, India.

Aku jalan lagi masuk ke dalam altar... oooohh.... langsung saja aku bersujud... bernamaskara. Di depanku, Buddha sedang terbaring... aku menangis..

"Lord Buddha... begitu sulitkah untuk bertemu dengan Mu ? Begitu sulitkah untuk dapat mendengarkan Dharma Mu ? Begitu sulitkah untuk bersujud setulus hati di hadapan Mu ? Kini aku datang.. apakah ada harapan bagiku... untuk menjadi siswa Mu yang baik ? Mengapa begitu sulit ? Selalu jatuh.. jatuh dan jatuh lagi ? Lord Buddha... berkahi aku setiap saat.. agar tekadku untuk memperoleh pembebasan dari kelahiran yang berulang-ulang, semakin lama semakin menguat. Berkahi aku... agar aku selalu membawa kedamaian bagi makhluk lain..."

Lalu terngiang-ngiang: saat panirvana... saat wafatnya Sang Buddha... Para biku bersujud... memberikan penghormatan terakhir.. para dewapun turut bersujud.. tebarkan harum semerbak...

Bodhgaya



Belum pernah aku melihat bhiksu yang jumlahnya buaannnyyyaaaakk buanget. Ribuan kale ada. Bener-bener aku bersyukur... bisa memiliki keberuntungan lahir sebagai manusia, bisa menjadi siswa Shakyamuni Buddha. Sungguh-sungguh bersyukur... T'rimakasih, Guru !!

Semua praktisi ini sibuk dengan pelatihannya masing-masing. Ada yang meditasi, ada yang membaca sutra, ada yang membaca mantra.. ada yang membaca buku.. ada yang pradaksina, ada yang cuma duduk bengong.. atau merenung... aku kgak ngerti.. bahkan ada juga yang sengaja datang untuk ditahbis menjadi sramanera atau meici. Yang pasti, ada yang berjubah merah dari Tantra, ada yang berjubah Theravada.. ada juga yang berjubah Mahayana. Ada Bhiksu, Bhiksuni, sramanera, sramaneri... upasaka, upasika.. semua umat dari seluruh penjuru... sampai pengemis pun hadir di sini.. Hehehehehe..

Kita sedang ada di sini.. di Bodhgaya, tempat di mana Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Sempurna. Terharu... kembali aku terharu...
Kenapa harus di bawah pohon Bodhi ? Karena ternyata cuma pohon Bodhi yang mengelurkan O2 selama 24 jam. Di bawah pohon Bodhi inilah, di Vajrasana yang sama... semua Buddha di masa lalu, semua Buddha di masa yang akan datang, dan Buddha di masa sekarang , memperoleh Anuttara Samyak Sambuddha. Luar biasa kan !!!

Taman Lumbini, Nepal



Aku kgak pernah bermimpi kalo suatu saat aku akan berada di negara Nepal. Aku kgak pernah bermimpi kalo suatu saat aku bisa menjejakkan kaki di sebuah taman, tempat kelahiran Pangeran Siddharta. Aku kgak pernah bermimpi kalo akhirnya aku benar-benar ada di Taman Lumbini.

Coba anda bayangkan... aku ini kgak punya apa-apa.. selain waktu. Dan tiba-tiba sekarang aku sedang menelurusi tempat-tempat di mana Guru besar kita pernah hadir di dunia... wah... kebayang kan kaya apa rasanya ??

Tidur dan makan... semuanya jadi terburu-buru.. sudah tidak sabar.. ingin secepatnya sampai ke tempat yang mengharukan ini. Begitu menjejakkan kaki di Taman Lumbini... perasaan damai... langsung meresap masuk ke sanubari... mengalir masuk ke seluruh tubuh... ahhh.... nyaman sekali... bener-bener nyaman. Kgak terasa... air mata sudah muncul di pelupuk... terharu ! Seorang manusia agung pernah lahir di dunia. Jadi ingat pertapa Asita ya ???

Kembali ke foooo....... toooo !!! Hehehehe... Di dalam bangunan merah ini, anda akan temukan dua gambar... bukan gambar seh... batu kale ya tepatnya... yang ada di bawah... ada telapak kaki Pangeran Siddharta sedangkan yang ada di atas... itu adalah gambar saat Pangeran Siddharta dilahirkan oleh ibunya, Ratu Mahamaya. Coba deh perhatikan fotonya baik-baik... bener kan ??
Nah.. foto yang terakhir bukan difokuskan pada bangunan merah.. tetapi pada pilar yang tinggi.. itu adalah pilar yang didirikan oleh Raja Asoka. Harusnya di ujung paling atas ada muka 4 lion yang saling membelakangi. Tapi... sayang udah hilang... ^^

Saturday, September 20, 2008

Vihara

Dua minggu yang lalu aku bertemu dengan seorang ibu yang mengatakan, "Bila ekonomi saya sudah mapan... saya ingin punya altar di rumah, Suhu ! Supaya saya bisa tenang baca paritta, bisa tenang waktu meditasi."
Aku bilang pada si ibu, "Bu... tunggu ekonomi ibu mapan itu... butuh berapa lama ?" Si ibu bilang, "Kgak tahu, Suhu ! Sekarang aja kondisinya makin lama makin susah... "
Aku bilang lagi," Bu.... bagaimana kalo ekonomi ibu kgak mapan-mapan... berarti ibu kgak bisa bikin altar dong ?" "Iya, suhu !"
"Bu... daripada nunggu ekonomi mapan terus ibu bikin altar di rumah... kalo ibu mau sembahyang yang ada rupangnya.... lebih baik ibu pergi aja ke vihara. Kan sekarang vihara ada di mana-mana."
Aku lanjut lagi, "Bu... lebih baik ibu bikin altar di dalam hati ibu sendiri, kgak perlu nunggu ekonomi mapan. Gimana caranya ? Ibu bikinlah vihara dalam hati ibu dari sekarang. Viharanya bukan yang terbuat dari semen, batu dan pasir... tapi vihara yang terbuat dari Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksha; dari cinta kasih ibu yang tiada batasnya, dari belas kasih ibu yang tiada batasnya, simpati pada makhluk lain, dan keseimbangan bathin yang luar biasa. Saya jamin... setelah ibu memiliki altar ini... ibu akan memperoleh ketenangan waktu sembahyang, baca paritta dan waktu meditasi. Ibu pasti akan memiliki kedamaian."
"Coba deh ibu renungkan lagi kata-kata saya. Ibu harus bisa menjadikan diri sendiri.. sebagai pulau untuk mencari kebahagiaan ibu sendiri. Ya, Bu ya ?"

Wednesday, September 17, 2008

Kematian

Bila tiba waktunya... tak usah kau mencari bayanganku. Dia telah terhembus angin, melayang.. tak tahu apakah dia akan berdiam.
Bila tiba waktunya... tak usah kau memanggil-manggil namaku. Dia telah berputar... mengikuti arus.. dan berlabuh dimana, entah !!

Bila tiba waktunya... tak usah kau menangis dan meraung-raung. Karena itu tiada gunanya, hanya menyiksa dirimu sendiri.

Karena bila tiba waktunya, tiada yang akan kubawa. Tidak juga kau. Tidak juga mereka.
Aku sendirian. Dengan kebajikanku. Dengan kebodohan, keserakahan. Dengan kegelapan bathinku.

Saat Raja Mara datang.. aku tidak akan menghindar.. karena aku tidak bisa menghindar.

Karena.. kematian itu pasti...

Tuesday, September 16, 2008

Anakku dan Permata

Puncak-puncak kerinduan ada di setiap ujung nafasku. Menghentakkan jiwa yang penuh dengan kegetiran. Akankah kehidupan berlangsung tanpa hayalan ? Bukankah ini semua kosong bagai gelembung ?

Tersungkur dia pada sebuah jalan berlubang. Yang lain terperosok ke dalam jurang yang lebih dalam lagi. Tiada ampun.. tiada kompromi. Tinggal jeritan menyayat hati.. menggetarkan hari-hari yang kelabu. Memohon pertolongan, agar esok tiada lagi ketakutan !

Sementara itu... anak-anak kecil malah mengiris lengannya. Menggambar jemarinya, mengukir wajahnya... bukan dengan warna-warni... tetapi dengan keyakinan.. yang utuh dan teguh..
Tiada perlindungan lain.. selain kepada Buddha.. Dharma... dan Sangha...

Kurangkapkan kedua tanganku...
Anakku... permata yang sangat mulia di dunia ini telah kalian temukan. Jadikanlah ia penghias bathinmu yang terindah... jangan biarkan ia lenyap tanpa jejak. Karena kelahiran dan kematian adalah penggoda yang paling dahsyat. Tapi mereka akan gemetar, saat bertemu dengan permatamu.

Anakku... berikan nama Tri Ratna pada permata itu. Nirvana... adalah tujuan akhirmu
.

Kerajaanku

Seorang pengelana... mana boleh punya kerajaan ?
Seorang pertapa... mana dapat punya simpanan ?
Seorang pelatih.. mana mungkin punya tabungan ?

Tapi aku bertekad... untuk memiliki istana yang megah... seperti yang dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva
Tapi aku bertekad.. untuk memiliki taman-taman yang indah... seperti yang dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva
Tapi aku bertekad.. untuk memiliki kolam-kolam yang indah.. yang harum semerbak... seperti yang dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva
Tapi aku bertekad... terus bertekad.. dan akan tetap bertekad.. untuk membuat kerajaanku sendiri
Seperti para Buddha dan Bodhisattva ...tidak pernah berhenti .. untuk menolong semua makhluk.

Kedamaian

Apa yang membuat seseorang mengubah jalan hidupnya ?
Apa yang membuat anda mengubah kehidupan anda ?
Apa yang membuat aku mengubah pikiran ku ?

"I want to find the peace in my heart"

Aku harus belajar meletakkan semuanya.
Aku harus belajar melepaskan semuanya.
Aku harus belajar membiarkan semuanya.
Aku harus belajar membuangnya.

Di setiap sudut lorong kehidupan... aku ada di sana. Mengemis kepada setiap orang, berikan cinta kasih yang lebih besar lagi .. kepada setiap makhluk... setiap hari.

Monday, September 15, 2008

Seteguh Batu Karang

Pernah ke laut ? Apa yang anda lihat dari kejauhan ? Batu karang ???
Aku juga pernah melihat batu karang yang begitu tinggi menjulang. Terkesan bahwa badai dan petir tidak akan membuatnya roboh. Kuat sekali.. tapi aku melihatnya dari atas bukit.
Pernahkah anda menginginkan bathin yang kokoh seteguh batu karang ? Tidak terlena karena pujian, tidak melemah karena kemalasan ? Tidak berteriak karena kepanasan, tidak bersuara karena kehujanan ?Juga tidak mengeluh meskipun sendirian ? Tidak melarikan diri walaupun tidak ada yang perduli ? Tidak berbicara walaupun semua mata memandangnya ? Tidak bergeming... tidak tergoyahkan ?
Demikianlah seharusnya kita melatih bathin kita. Tanpa keraguan, tanpa kata-kata.

Hidup adalah pilihan ?

Prinsipku, bila kita ingin meraih kehidupan yang benar-benar bahagia maka kita harus memilih kehidupan kita sendiri. Artinya, kita tidak boleh membiarkan kehidupan memilih kita karena itu artinya sama dengan pasrah dan terima nasib.

Dengan memilih kehidupan sendiri artinya kita memiliki kesempatan untuk menjadi diri sendiri. Memiliki harapan untuk mengembangkan potensi diri sendiri walaupun mungkin harta yang kita peroleh tidak sebanding.

Jangan menjadi pribadi yang lemah, yang selalu diatur oleh orang lain, diatur oleh alam, diatur oleh lingkungan. Tetapi sebaliknya, kita harus membuat orang lain menerima kita, alam menjadi guru kita dan lingkungan menjadi sumber ide-ide kita.

Tiada kebahagiaan yang terbesar dalam kehidupan kita ini selain melihat diri sendiri sedang berjalan di atas roda kehidupan yang menjadi pilihan kita sendiri. Jalan kehidupan yang memunculkan kedamaian, ketenangan, kegembiraan.

Bahagia seharusnya menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita. Mengapa anda takut untuk meraihnya ?