Friday, June 26, 2009

Dewa Dapur dan Agama Buddha

Dewa ini tidak asing lagi bagi masyarakat Tionghoa. Dewa dapur yang dikenal di kalangan masyarakat Tionghoa bernama Zao Jun.Hari ulang tahunnya yaitu tanggal 24 bulan 12 Imlek, bertepatan dengan hari naiknya Dewa Dewi menurut kepercayaan Tionghoa. Pertama-tama marilah kita lihat dulu pembahasan tentang Zao Jun.

Zao Jun (灶君), Sang Dewa Dapur versi Taois
Pada hari itu umat bersembahyang pada Zao Jun, yang juga dianggap Dewa Penguasa Keluarga, yang mengawasi perilaku manusia. Keluarga di suatu rumah memohon agar beliau melaporkan kebaikan yang telah mereka lakukan pada Tian dan kemudian memberikan mereka berkah.
Pemujaannya tidak dapat lepas dari "api" yang digunakan untuk menghangatkan dan memasak makanan di dapur.
Siapakah Zao Jun? Dalam kitab-kitab Taois, Zao Jun pada awalnya disebut Zao Shen ( 灶神). Dewa Zao Jun ada 3 macam :


1. Yang wanita berwujud sebagai nenek-nenek dengan nama zhonghuo Laomu Yuanjun yang membawahi berbagai dewa dapur.

2. Dalam kitab "Upacara-upacara Negeri Zhou" mencatat bahwa Zhu Rong, cucu Huang Di, selalu menangani masalah yang berkaitan dengan api, maka setelah meninggal diangkat jadi Dewa Dapur.

3. Yang pria berwujud sebagai orang dengan marga Zhang. Di antaranya Zhang Dan, Zhang Sheng, Zhang Wei dan Zhang Dingfu. Kebanyakan orang dengan marga Zhang yang menjadi Dewa Dapur selalu berhubungan dengan Yu huang Da di.

Menurut kitab Huainan Zi dari zaman Dinasti Han, Kaisar Huangdi yang menciptakan Zao Jun Ye. Ada pula yang menceritakan bahwa awal pemujaan Zao Jun berasal dari kalangan Taois, bermula dari pertemuan pendeta Taois Li Shaojun dengan Zao Jun.
Dapur adalah bagian yang penting dalam kehidupan kita dan sekelompok keluarga. Setiap hari kita perlu makan, dan makanan itu berasal dari dapur. Karena makanan yang penting bagi kehidupan manusia dimasak di dapur, maka dapur juga penting bagi manusia.
Semua yang penting bagi kehidupan manusia haruslah dihargai dan dihormati, salah satunya adalah dapur. Kisah Dewa Dapur sebenarnya bertujuan untuk memberikan nasihat pada masyarakat supaya jangan suka melakukan perbuatan buruk. Kisah Dewa Dapur ini terbentuk mengingat dapur adalah pusat kegiatan sehari-hari bagi setiap keluarga pada zaman dahulu, terutama keluarga yang masih termasuk dalam masyarakat agraris [pertanian].

Zao Jun dalam Agama Buddha
Zao Jun bukanlah seorang dewa dalam agama Buddha, melainkan seorang Kinnara.
"Di Tiongkok, para bhiksu Buddhis klaim bahwa dewa Taois Zao Jun, sebenarnya adalah Kinnara, yang pada zaman Dinasti Tang, bereinkarnasi menjadi seorang bhiksu."
(Buddhism: Flammarion Iconographic Guides)
Makhluk Kinnara berada di bawah kekuasaan Raja Dewa Vaisravana, dengan demikian juga di bawah kekuasaan Raja Dewa Sakra (Yu Huang Da di).

Sanbo Kojin, Dewa dapur versi Buddhis
Di Jepang, dikenal Dewa Dapur versi Buddhis yaitu Sanbo Kojin. Sanbo Kojin adalah Dewa perapian dapur dan pelindung tanah. Wujudnya tampak forceful dan baru muncul pada abad ke-15 M. Ia memimpin 98.000 setan dan menaklukkan mereka yang jahat dan kejam.
Kojin adalah Dewa Tempat Memasak/Dapur (kamado-no-kami). Kojin adalah Dewa yang mensucikan ketidaksucian seperti apai yang membakar segala ketidaksucian/kekotoran batin. Maka dari itulah Sanbo Kojin ditempatkan di dekat tungku masak.
Kata-kata "kamado" adalah satu tipe kompor masak dan dapat disingkat dengan nama "kama". Istilah kamadogami dipakai di daerah Tohoku. Di beberapa distrik Prefektur Shizuoka, altar yang paling dekat dengan dapur di rumah-rumah tradisional [minka] itu dipercaya sebagai tempat singgah dewa Sanbo Kojin (Kojinbashira). Pada hari terakhir setiap bulan, sebuah vas beisi dahan cemara (kojinmatsu) ditempatkan pada sebuah altar (kojindana), yang disanggah oleh pilar di dekat tungku masak.
Di beberapa distrik perfektur Saga, dapur yang besar biasa disebut Dapur Kojin (Kojinsan-no-Kamado atau Kojinsan Hettsui).
Dewa Sanbo Kojin memberikan keberuntungan dan melindungi keluarga dari bencana. Ada beberapa macam Dewa Kojin :


1. Sanbo Kojin. Perwujudan ini memiliki satu/tiga/delapan kepala dan empat/enam/delapan lengan. "Sanbo" berarti Triratna (Buddha, Dharma, Sangha), sehingga Sanbo Kojin disebut juga Dewa Pelindung Triratna.

2. Nyorai Kojin, mirip dengan Vajrasattva dan tangannya membentuk Mudra Enam Elemen layaknya Mahavairocana Buddha.

3. Kojima Kojin yang muncul dengan empat lengan dan berpakaian baju kerajaan Jepang (sokutai), memakai topi kerajaan (kanmuri) dan memegang permata dan cakra. Beliau muncul dalam mimpi Bhiksu Shinko pada abad ke-11 M.

Sanbo Kojin dipuja juga di kalangan Shugendao dan dianggap sebagai emanasi dari En No Gyoja.

Para umat di Jepang melakukan puja pada "Dewa Dapur" dengan menggunakan "Sanku" yang terdiri dari nasi, sake dan sebagainya.

Kojin, layaknya Zao Jun, konon melaporkan perbuatan manusia ke Dewa-dewa kota. Di rumah-rumah itu dipuja dengan tablet [fudal], sedangkan di vihara-vihara ia dipuja dengan rupang. Namo Ta Shen Cin Na Lo Wang Pu Sha (Namo Maha Arya Kinararaja Bodhisattva) adalah Bodhisattva yang mengurus soal dapur dan makanan untuk Vihara dan para Bhiksu Sangha Mahayana Buddhis.

Bodhisattva Kinnara

Kinnara, artinya adalah dwa musik atau dikenal dewa penyanyi, adalah salah satu dari delapan jenis dewa naga pelindung agama Buddha. Dewa Kinnara biasanya disebut manusia atau bukan manusia karena bentuk kepalanya memiliki tanduk panjang. Dewa Kinnara ada berbentuk pria atau wanita, yang pria kepalanya berbentuk seperti kepala kuda, sedangkan yang wanita memiliki paras rupawan, agung dan memiliki suara indah. Di dalam Buddhis Tiongkok, Dewa Kinnara pernah menjelma menjadi seorang Bhiksu tua yang mengurusi urusan dapur di Biara Shaolin, jasanya pernah mengusir dan mengalahkan tentara Hung Mau Cin yang membuat keonaran di Biara tersebut. Oleh karena itu, Biara Shaolin menjadikannya sebagai pelindung Dharma dan Vinaya. Juga sering disebut sebagai Cien Cai Pusa atau Bodhisattva yang mengawasi urusan kebutuhan makanan vegetarian. Rupa Cien Cai Pusa ada tiga jenis, dibedakan 1. Melaksanakan Dharma Dharmakaya; 2. Melindungi Dharma Dharmakaya; 3. Kegaiban Dharma Dharmakaya. Kepala Kinnara ada gambar penonjolan kabut hijau dan kakinya berwarna ungu berpijak di atas kabut, tanganya memegang pentungan yang menyala api, keseluruhan penampilannya bagaikan panglima muda perang.

Dewata Lain yang juga Ditempatkan di Dapur

Kita mengetahui bahwa dapur adalah tempat yang sangat penting pada zaman dahulu karena merupakan pusat kegiatan sehari-hari dan di sana tempat dibuatnya makanan yang merupakan sesuatu hal yang sangat vital dalam menyokong kehidupan manusia.

Oleh karena itu tidak heran bahwa di Jepang, rupang Dewata atau Bodhisattva ditempatkan di dapur, misalnya:

1. Mahakala. Ia dianggap sebagai pelindung persediaan makanan sehingga digambarkan menaiki karung beras. Rupangnya ditempatkan di dapur vihara India, Tiongkok dan Jepang. Praktek penghormatan pada Mahakala di dapur vihara-vihara Jepang dimulai oleh Bhiksu Saichou di gunung Hiei pada abad 9M.

2. Skandadeva. Skanda dianggap sebagai pelindung Vihara dan anggota Sangha. Oleh karena itulah beliau ditempatkan di dapur vihara-vihara Zen.

3. Manjushri Bodhisattva, prajna para Buddha, ditempatkan di dapur pada era Heian untuk menyimbolkan bahwa untuk menata dan mengurusi hal-hal rumah tangga haruslah dengan kebijaksanaan dan kedisiplinan.

4. Mikuriya Myojin [Aiman dan Aigo] dan Ajimi Jiso [salah satu perwujudan Ksitigarbha] adalah para 'Dewa Dapur' di tradisi Shingon di Gunung Koya. Dulu, Aiman dan Aigo tiap harinya membawakan makanan pada Bhiksu Kukai. Mikuriya Myojin adalah salah satu perwujudan Acalanatha Vidyaraja. Kata-kata "Kuriya" di Jepang dipakai untuk mendeskripsikan lantai kapur.

Konon Sanbo Kojin adalah emanasi Manjushri Bodhisattva dan Acalanatha Vidyaraja.

Namun para Bodhisattva dan Dewa di atas BUKANLAH Dewa Penjaga Dapur [perkecualian mungkin bagi Sanbo Kojin]. Majushri, Skandadeva, Mahakala dan Ksitigarbha bukanlah Dewa Penjaga Dapur.

Mereka ditempatkan di dapur karena dapur merupakan sumber dan pusat dari kebutuhan manusia sehari-hari atau kegiatan dalam suatu rumah. Diharapkan bahwa kebijaksanaan dan berkah para dewa dan Bodhisattva memberkahi keluarga dalam suatu rumah atau para Bhiksu dalam suatu vihara. jadi penempatan di dapur itu hanya merupakan suatu tindakan simbolik saja.

Karena dapur dianggap merupakan tempat yang penting, maka tidak heran kalau rupang Bodhisattva dan Dewa ditempatkan di sebuah tempat yang dianggap penting, bukan ?

Satu-satunya Dewa dalam agama Buddha yang mungkin dapat disebut sebagai Dewa Dapur yang sesungguhnya hanyalah Sanbo Kojin atau Bodhisattva Kinnara (Ta Shen Cin Na Lo Wang Pusa).

Sumber: Harmoni no. 14/02/V/HAR/09

No comments: